BandarLampung, Sumberpintar.com– Telah terjadinya perjanjian kredit arau pinjaman yang dibuat antara penggugat (EJ) dan tergugat (PT BPR dengan IDS dan OJK Lampung) 30 November 2023 dengan nomor perjanjian kredit 189/KKB/IDS-P/ XI/2023 ditandatangani para pihak.
Penggugat diberikan pinjaman kredit sebesar Rp 550.000.000 (Lima Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) oleh tergugat.
Perjanjian kredit atau pinjaman yang dibuat antara penggugat dan tergugat dengan tenor pembayaran angsuran ditetapkan selama 36 bulan dan berakhir pada tanggal. 30 November 2026 dengan angsuran setiap bulan sebesar Rp.19.631.944 dan dibayarkan selambat-lambatnya tanggal 30 setiap bulan.
Dalam perjanjian kredit kredit A quo penggugat menjaminkan tergugat berupa BPKB dua unit kendaraan B 9544 TIUP dan A 9045 BM.
Bahwa data yang diberikan tergugat tanggal 14 Juli 2025 terhadap kredit tersebut diatas penggugat telah melakukan beberapa kali pembayaran Angsuran sehingga sampai gugatan ini diajukan penggugat telah membayar kewajibannya sebesar Rp 255.378.372 dan pembayaran angsuran terakhir dilaksanakan 27 Maret 2025.
Alangkah terkejutnya penggugat (Edi Johan), ternyata 20 Maret 2025 tergugat melaporkan penggugat di Polresta Bandar Lampung atas dugaan tindak pidana penggelapan dengan tuduhan pelanggaran pasal 35 atau 36 UU No 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia terhadap dua unit kendaraan yang menjadi jaminan kredit,padahal diketahui tergugat, “terang narasumber kompeten dapat dipercaya.
Dua unit kendaraan tersebut ada pada penggugat dan pembayaran angsuran sebelum pelaporan dilaporkan pada tanggal 28 Februari 2025 dan pembayaran angsuran terakhir 27 Maret, atau seminggu setelah pelaporan.
Bahwa benar pembayaran angsuran April 2024 sampai bulan Juni 2024 yang lalu penggugat mengalami keterlambatan pembayaran angsuran dikarenakan tagihan-tagihan usaha penggugat di bidang ekspedisi atau angkutan barang banyak yang macet dan penggugat dapat musibah dimana usaha yang dikelola bermasalah namun setelah pembayaran angsuran Juni 2024 sampai penggugat dilaporkan ke polisi selalu rutin dan lancar melakukan pembayaran angsuran dan tergugat pun tidak masalahkan keterlambatan pembayaran tersebut, dengan bukti pembayaran selanjutnya Juli 2024 diterima oleh tergugat, sehingga penggugat tidak habis pikir bagaimana bisa tergugat melaporkan penggugat ke polisi.
14 Juni 2025 dilakukan pertemun dengan difasilitasi kepolisian antara penggugat dan tergugat dimana untuk penyelesaian proses di kepolisian penggugat kembali menyatakan kesanggupannya untuk melakukan pelunasan ada sisa pokok hutang kredit sebesar Rp 294.577.882.
Namun penggugat dikejutkan oleh pernyataan tergugat yang pada intinya menyatakan bahwa jika proses di kepolisian ingin selesai atau laporan dicabut maka penggugat selain diharuskan membayar total tagihan sebesar Rp 473.161.963.selain itu harus membayarkan juga tagihan atas nama Benny (kakak ipar penggugat) dan Jessica keponakan penggugat. Padahal walaupun penggugat
mengetahui atas pinjaman tersebut namun kesemuanya itu tidak ada kaitan hukum dengan diri pribadi penggugat.
Bahwa dengan adanya kesanggupan membayar hutang pokok pinjaman hal. Ini haruskah diartikan sebagai pertanggungjawaban dan penggugat menunjukkan itikad baik dalam hal pemenuhan kewajiban untuk membayar hutangnya dan secara hukum harus ada perlindungan hukum bagi debitur yang beritikad baik sesuai dengan UU no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4 Hak konsumen.
Bahwa tindakan tergugat (PT IDS) yang sewenang-wenang dengan pemaksaan pembayaran tagihan pihak lain, tersebut juga bertentangan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan.
Bahwa selain itu salah satu tugas OJK adalah melakukan pengawasan terhadap pelaku sektor jasa Keuangan dan memberikan sanksi kepada LJK yang melanggar aturan, oleh karena itu terhadap prilaku tergugat tersebut diatas, sudah seharusnya turut tergugat melakukan fungsi pengawasan dan memberikan sanksi kepada tergugat.
Perbuatan melawan hukum tergugat yang telah melaporkan penggugat di kepolisian dengan tuduhan melakukan penggelapan, sedangkan kendaraan diketahui oleh tergugat masih berada dalam penguasaan penggugat dan pembayaran angsuran kredit juga sebelum adanya pelaporan selalu lancar, jelas sangat merugikan penggugat sehingga jika ditaksir kerugian moril mencapai 1 Milyard Rupiah.
Penggugat bersam-sama Beny dan Jessica untuk memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan uang yang diterima senilai 5.644.070.978 ditandatangani oleh kuasa hukum Setiady Rosasi, SH dan Nur Rahmat, SH.M.H.
Adanya dugaan kejanggalan praktik curang dan korupsi terjadi di PT IDS nilai plafond Jessica 1.679.000.000 dan 3.415.070.978 dengan total 5 Milyard, menambah kecurigaan Edi Johan Jessica dan Benny yang telah melakukan pembayaran namun tidak adanya pengurangan.
Perlu adanya audit investigasi penggunaannya dana nasabah tersebut yang telah disetorkan dan peruntukannya dikarenakan telah merugikan konsumen dan konsumen tidak terlindungi oleh Undang-Undang.
Ironisnya penggugat Edi Johan harus menanggung pula pinjaman Jessica dan Benny.
Redaksi sumberpintar telah mengonfirmasi resmi kepada direktur PT IDS dan kepala OJK Lampung untuk berimbang berita ini namun surat belum dibalas oleh PT IDS dan OJK Lampung.
Menjadi pertanyaan publik Otoritas Jasa Keuangan tidak hadir saat sidang mediasi sebanyak dua kali dan juga emggam diwawancarai tatap muka.
Harus diusut tuntas oleh Kejaksaan Tinggi Lampung, Dewan Pengawas Nasional OJK, auditor dan KPK karena diduga adanya kejahatan terstruktur masive dan sistematis (TMS) kebobrokan kinerja OJK Lampung selaku pengawas Lembaga Jasa Keuangan bersama dengan direktur PT Inti Dana Sentosa Danil Dede dan kurangnya fungsi pengawasan dengan terlihat adanya indikasi ketidak hadiran itu menunjukkan tidak melindungi konsumen serta diduga adanya praktik curang dan penyalahgunaan wewenang jabatan Direktur PT IDS (Daniel Dede) dengan Kepala OJK Lampung, “tutup narasumber yang dapat dipercaya






